Sudah cukup lama waktu
persahabatanku dengan Debu,
Hujan dan Matahari.
Mungkin tidak biasa bagi
orang yg tidak mau memilih
cara yang ku pilih ini. Aku mengganggap mereka menjadi
bagian dalam kisah hidup yang
harus khatam pada waktu
yang sudah dibatasi. Pada saat
itu.
Ya! Kami berteman baik, walaupun aku tahu takkan
selamanya. Kontrak
persahabatan akan tetap
berjalan sebelum aku
mengajukan untuk mundur;
sebelum aku merasa keberadaan mereka begitu
menggangguku. Sebelum
mereka menjabat sebagai
produsen profesional pencipta
suasana yang menakutkan,
tidak ku ingin.
Aku mengeluh pada mereka semua. Mengeluh setiap hari sebagai wujud protes. Karena
selama ini terlalu dimanjakan
oleh sikap manis mereka.
Berbagai keluhan terpublikasikan berulang kali.
Lagi, lagi dan lagi.
Aku mulai dikenalkan rasa
bosan pada Debu, Hujan dan
Matahari.
Sahabat baik yang akan ku
remove dari daftar sahabat.
Bermodal beberapa alasan kokoh untuk ku jauhi.
Aku takut Debu.
Teman kecil berkunjung
menanyakan keadaan padaku.
Secepat kilat ku jawab dengan
aksi menutup hidung memakai
tisu putih beraroma teh melati itu.
Merayap menjauh adalah
pilihan tepat untuk
mengacaukan ikat pinggang
persahabatan.
Debu hanya diam melihat ulah penghindaranku. Aku juga
diam, tidak mampu
menjelaskan sebabnya dan
tidak akan pernah menjelaskan
apapun. Aku pikir, diam
adalah kekuatan tercanggih.
Kini, aku terlalu membencinya.
Aku takut Hujan.
Memaksaku menikmati airnya
yang kejam, membiarkanku
dikuasai Raja Dingin. Sensasi
yang tidak ku inginkan. Langit
terlalu murah hati menurunkan yang berlebihan. STOP.
Kemarin aku sering
melubangi, lalu mengisi hujan
dengan tingkat suara 3 oktaf
yang melekat di pita suara ini.
Ketika hujan sangat tepat buat menggelar sebuah konser
tunggal. Aku menikmati
melantunkan lagu ditengah
hujan menghujam tanah
beraspal. Air-air itu memuji,
berteriak dan ikut mengiringi musik dengan gaya mereka,
bahkan, ikut menirukanku
bernyanyi. Tapi, sekarang aku
membencinya.
Aku takut Matahari.
Saat Matahari mulai
dinyalakan diperbatasan
waktu.
Cahayanya di pagi hari berani
membasahi mata, melaju ke retina mataku. Mencuci
tubuhku dengan dekapan
hangat yang khas. Aku suka
caranya mengajak bermain.
Mampu memindahkan embun
nakal yang bertapa dipori-pori kulit.
Aku membalas budi baiknya,
menyatu dengannya di
aktifitas pagi. Tidak ada
masalah dipagi hari.
Oh, tidak! Celaka. Cahaya pagi menjadi terik dalam
hitungan jam.
Saat sahabat menjadi lebih
ganas.
Badanku mulai merasakan
keanehan. Panas. Dan aku membencinya.
"Aku menjauhi mereka
bukan berarti aku tidak
membutuhkan, tapi, mereka
mendekatiku untuk
memberitahu cara menghadapi
keadaan. Mereka ada di hidup saya, tapi bukan berarti untuk
dijadikan sebagai sahabat baik,
bukan?"
Sabtu, 06 Agustus 2011
Debu Hujan Dan Matahari
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar