Laman

Sabtu, 06 Agustus 2011

Tempat Asing

Fajar masih telanjang bersama Reno.
Fajar masih utuh menguasai perdebatan masa. Perputaran waktu semakin jelas.
Tahap akhir dari sebuah mimpi yang akan segera tercukil.
Sebelum terganti posisi oleh benda berpijar mampu mengalahkannya.
Sepotong selimut halus menawarkan diri untuk menghadapi bengisnya fajar yang sedang berlangsung.
Reno terjebak kehangatan dibalik selimut.
Tidak sia-sia bernego demi untuk penghilang keadaan dingin yang nakal.
Dia masih terbawa arus mimpi.
Entah ke negeri mana Sang Mimpi menyesatkan jiwa manusia lemah itu!
Atau justru hanya tidur mati yang tidak berisi mimpi?

Kini. Fajar mulai terganggu oleh bola raksasa bercahaya emas dari arah timur dengan perlahan. Mengancam keutuhan fajar.
Bola raksasa berpijar menjadi obat yang jago untuk menghentikan mimpi-mimpi.
Mimpi hampir punah, sebentar lagi. Saat selimut tidak dibutuhkan lagi. Saat para petani desa meresmikan aktifitas di ladang masing-masing, dengan cangkul tersangkut dipundak.

Teng...! Teng...! Teng...!
Sepasang mata bulat terbuka.
Pintu mimpi itu terbuka lebar dan mengusir mimpi-mimpi.
Bola mata yang berjam-jam tehalang oleh kelopak kegelapan. Bertahan dalam persembunyian.
Dan kini bebas melihat warna dunia. Warna hari.
Berjalan dengan kekayaan ego yang dimilikinya. Keegoisan merupakan hasil karya modern menurutnya.

Berjalan!

Selangkah demi selangkah. Berjalan, berjalan dan terus mengikuti alur jalan sampai ke suatu tempat yang asing.
Dia nampak tergesa-gesa!
Ah, tidak!
Dia memang egoisme yang handal.
Tidak pernah menurunkan frekuensi disetiap gerak kakinya.
Ikut serta mengisi jalanan keras di pagi hari.
Satu dua satu dua...!!
Hahaha!!
Lebih mirip seperti Pramuka Siaga lagi gerak jalan.
Lurus dan tegap.
Bak robot, tanpa menoleh ke sekitar pemukian elit. Pandangan kosong.
Matanya sarat gurun pasir.
Tanah keras menjadi pelampiasan pandangan itu.
Sedangkan, otaknya meneliti rute jalan yang harus dilalui untuk memarkir selamat sampai suatu tempat asing.

Rumah-rumah berkaca berjemur hangat mentari di pagi itu.
Kaki Reno belum berhenti berayun hingga sampai di suatu tempat asing.
Tempat yang menghargainya jutaan rupiah jangka tiap bulan.
Dan sekarang, Reno telah tiba di tempat asing tersebut.

Fajar masih telanjang bersama Reno.
Fajar masih utuh menguasai perdebatan masa. Perputaran waktu semakin jelas.
Tahap akhir dari sebuah mimpi yang akan segera tercukil.
Sebelum terganti posisi oleh benda berpijar mampu mengalahkannya.
Sepotong selimut halus menawarkan diri untuk menghadapi bengisnya fajar yang sedang berlangsung.
Reno terjebak kehangatan dibalik selimut.
Tidak sia-sia bernego demi untuk penghilang keadaan dingin yang nakal.
Dia masih terbawa arus mimpi.
Entah ke negeri mana Sang Mimpi menyesatkan jiwa manusia lemah itu!
Atau justru hanya tidur mati yang tidak berisi mimpi?

Kini. Fajar mulai terganggu oleh bola raksasa bercahaya emas dari arah timur dengan perlahan. Mengancam keutuhan fajar.
Bola raksasa berpijar menjadi obat yang jago untuk menghentikan mimpi-mimpi.
Mimpi hampir punah, sebentar lagi. Saat selimut tidak dibutuhkan lagi. Saat para petani desa meresmikan aktifitas di ladang masing-masing, dengan cangkul tersangkut dipundak.

Teng...! Teng...! Teng...!
Sepasang mata bulat terbuka.
Pintu mimpi itu terbuka lebar dan mengusir mimpi-mimpi.
Bola mata yang berjam-jam tehalang oleh kelopak kegelapan. Bertahan dalam persembunyian.
Dan kini bebas melihat warna dunia. Warna hari.
Berjalan dengan kekayaan ego yang dimilikinya. Keegoisan merupakan hasil karya modern menurutnya.

Berjalan!

Selangkah demi selangkah. Berjalan, berjalan dan terus mengikuti alur jalan sampai ke suatu tempat yang asing.
Dia nampak tergesa-gesa!
Ah, tidak!
Dia memang egoisme yang handal.
Tidak pernah menurunkan frekuensi disetiap gerak kakinya.
Ikut serta mengisi jalanan keras di pagi hari.
Satu dua satu dua...!!
Hahaha!!
Lebih mirip seperti Pramuka Siaga lagi gerak jalan.
Lurus dan tegap.
Bak robot, tanpa menoleh ke sekitar pemukian elit. Pandangan kosong.
Matanya sarat gurun pasir.
Tanah keras menjadi pelampiasan pandangan itu.
Sedangkan, otaknya meneliti rute jalan yang harus dilalui untuk memarkir selamat sampai suatu tempat asing.

Rumah-rumah berkaca berjemur hangat mentari di pagi itu.
Kaki Reno belum berhenti berayun hingga sampai di suatu tempat asing.
Tempat yang menghargainya jutaan rupiah jangka tiap bulan.
Dan sekarang, Reno telah tiba di tempat asing tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar