Laman

Sabtu, 06 Agustus 2011

The Other Side Of Viktor

"Jangan lupa nanti dimakan bekalnya. Ada ikan sarden pedas spesial kesukaanmu," seru mama dibalik jendela mobil.
"Oh ... Iya Harry! Kang
David nanti nggak bisa jemput kamu. Disuruh Papa ke Yogya, mengantar bantuan untuk para korban Merapi.
Jadi, biar mama yang kesini lagi nanti siang pake TAXI, ok !" ocehan mama berkumandang lagi. Bertubi-tubi.
Aku hanya mengiyakan saja dari semua kalimat-kalimat tadi.

Mama memang ahli dalam hal berbicara, sangat bertentangan dengan sifatku yang cenderung pendiam. Kata Papa sifatku itu adalah warisan dari almarhum kakek yang mengidap sifat pendiam sejak usia remaja.
Karena sikap perhatian orang tua yang berlebihan itu membuat aku jadi bahan tertawaan di sekolah.
"Anak mami" begitulah yang sering teman-teman bilang.
Kadang-kadang merasa bahwa aku adalah orang paling buruk dikota ini, diantara teman- teman tentunya.
Tapi aku nggak mau menyalahkan Papa Mama karena ulah teman-teman.
Yang aku tau mereka begitu karena peduli pada kehidupanku dan aku bangga memiliki mereka.

"I love my parents, i appreciate his attitude as well."
*****
"Jangan lupa nanti dimakan bekalnya," seloroh Viktor mempraktekkan gaya bicara mama setelah beliau lenyap dibalik pintu gerbang sekolah.
Cowok anak orang kaya yang disukai banyak cewek. Tapi yang jadi tanda tanyaku adalah dia belum punya pacar, walaupun dia cukup populer. Aneh.

Dia orang yang paling aktif menyampaikan ejekan padaku.
Hampir tiap hari dia nggak pernah absen untuk melakukannya. Yang menurutku nggak kreatif sama sekali, sampai bosan mendengarnya.
Tanpa memperdulikannya aku nylonong menuju dalam kelas.

"Pagi Harry ?" sapa Taylor setibaku didalam kelas. Si cungkring yang menurut pengakuan seluruh kaum sekolah adalah murid paling bodoh itu. Menyedihkan.
"Apa ...?? Harry ??? Nggak salah denger, nih? 'Moly' kaleee !" tembak Keynes lantang.
Nggak tau siapa dulu pelopor panggilan Moly itu untukku!
Kedengaran sangat childish diusiaku yang ke 18 ini.
Penekanan kata yang pas, intonasi yang mantap serta dibubuhi sedikit bahasa indonesia gaul membuat semua makhluk berdasi disekitarku tertawa berjamaah.

Niscaya akupun ikut bergabung dalam acara tertawa ria tersebut. Ruang kelas kini terasa seperti pasar tradisional yang dipenuhi lautan manusia dalam aksi tawar menawar. Gaduh.
Kejadian ini selalu terulang disetiap harinya. Dan sudah menjadi rutinitas bagi mereka, seolah-olah suatu kewajiban yang dimana dosa bila tidak dikerjakan.

"Teeet ... Teeet ... ! Akhirnya dua kali bunyi bel listrik berhasil menetralisir keramaian di pagi ini.
Semua murid terlihat sibuk menuju bangku masing- masing.
Tiga menit kemudian sesosok pria jangkung memasuki kelas dengan gagahnya.
Pak Justin, begitulah panggilannya. Beliau guru dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang juga merangkap sebagai wali kelas kami.
Karena selain masih muda, beliau juga berkepribadian baik. Cara mengajarnya pun jelas berbeda dengan guru lain. Lengkap deh.

"Pagi semua," sapa Pak Justin ramah.
"Pagi... ," jawab kami serentak.
"Buka buku kalian pada halaman 101.
Hari ini kita akan membahas tentang sahabat." ujar beliau tanpa basa-basi.
"Sahabat ?" kataku agak keras.
Kedua mata Pak Justin terarah padaku.
"Apa kamu punya sahabat, Harry ?" tanya beliau tiba-tiba dengan suaranya yang ngebas.
"Iya, tentu. Tentu aku punya !" jawabku jujur
Beliaupun bertanya lagi," siapa mereka ?"
"Kucing-kucingku, mereka sangat lucu." jawabku disertai cekikikan dari Archie. Murid yang piawai dalam hal bernyanyi itu.
"Ada yang lucu, Archie ?" tanya Pak Justin pada Archie.
Seketika mulutnya tekunci.
"Daniel, menurut kamu ?" tanya pria 29 tahun itu lagi pada anak si kutu buku.
"Aku selalu sibuk dengan buku-buku tebal, kurasa hampir seluruh waktuku habis dengan mereka. Dan yang lebih penting, mereka adalah sahabatku ter......"
"Cukup. Sayang, waktu saya tidak setebal buku-buku itu," potong guru berkulit putih itu.
"Pasti kacamatamu sangat membantu, ya?" tambahnya sambil menunjuk kacamata besar milik Daniel. Terdengar tawa gurih dari teman yang lainnya.
"Ginny, apa arti sahabat menurutmu?"
Sekarang pertanyaan dilempar ke cewek berlesung pipit itu.
Murid baru pindahan dari Solo sejak dua minggu yang lalu.
"Manusia yang bisa berubah diri dari Miss Angel menjadi King Devil, sebuah kekecewaan." jawab Ginny sambil melirik Viktor.
"Uuuuh....! Sangat menggelikan," ledek Dakota.
Ratu geng cewek terpopuler disekolah yang terkenal sexy. Wow.
"Jawaban yang bagus, orang bodoh mana yang tega melakukannya pada orang sebaik kamu," puji Pak Justin terdengar lirih namun cukup jelas terdengar. Sukses membuat pipi Ginny memerah, bisa dipastikan ratusan panah hati para malaikat kecil menghujam jantungnya saat itu.
Mungkin sebagian murid cewek dibuat iri oleh ucapan Pak Justin tadi.
*****
"Kenapa kamu nggak marah ?" tanya Ginny yang milih bangku kantin disebelah aku duduk.
"Siapa yang harus ku marahi ?" aku balik tanya sambil menikmati ikan sarden kesukaanku.
"Tiap hari dihidangi ejekan, tapi kamu hanya diam Bahkan yang buat aku heran, kamu juga ikut senang. Itu hal terkonyol yang pernah aku lihat."
Aku berhenti mengunyah, lalu kusedot teh manis dalam botol berukuran sedang itu.
"Itu berarti mereka peduli sama aku," ucapku santai.
"Semurah itu ? Dasar bodoh ! Kamu nggak tau apa yang ada dikepala mereka tentang kamu?
"Siapa King Devil yang kau maksud tadi ?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"It was my personal affairs," katanya pakai logat bahasa inggris dengan nada kesal.
Aku mengernyitkan kening.
Nggak salah kalau dia selalu dapat nilai terbaik dalam pelajaran bahasa inggris.
"Kamu pria rendah hati, Harry ! kata Ginny tiba-tiba.
"Iya, aku tau itu."
"Bukan bukan! Maksudku, kamu anak mami yang berfikir sederhana."
Mendengar itu, kami tertawa kompak sekali.

"Hei...! Teman-teman. Sepertinya sekolah kita akan beredar gosip baru, nih !" teriak Viktor setelah memergoki kami berduaan.
"Memang apa gosip barunya?" Keynes pura-pura bertanya. Akting.
"Anak mami lagi pedekate sama gadis kampung," kata Viktor sadis kuadrat.
Seakan-akan kantin ini gempa sebesar 5,8 Skala Ritcher oleh tawa lepas dari semua orang yang ada dalam kantin.
"Dia gila Harry. Nggak usah pedulikan dia." saran Ginny.
"Iya, kamu benar. Sepertinya dialah King Devil yang kau bilang tadi." kataku sekenanya.
Ginny terdiam, hati kecilnya membenarkan apa yang dibilang Harry barusan.

"Selamat bersenang- senang my Harry ! Wajah Viktor didekatkan pada wajahku, lalu meninggalkan kantin beserta asistennya yaitu Keynes.
"Aku nggak tau maksud ucapannya barusan." Aku melongo.
"Dia menyukaimu," tatapan Ginny aneh.
"Ehek... Ehek... Ehek ! Aku tersedak. Lekas Ginny menyodorkan minum kemulutku.
"Kau mau membunuhku, ya?"
"Em, sorry ! Kamu nggak serius dengan ucapanmu barusan, kan?" tanya Ginny panik.
"Hahaha... Kamu lebih cocok dengan wajah penuh rasa bersalah itu, Ginny" ledekku.
Ginny memasukan roti kedalam mulutku pas lagi ketawa.
"Hahaha...! Setidaknya roti itu buat mukamu sedikit menarik, Harry, Si penjahat !" Ginny membalas.
"Seharusnya pemerintah memberimu penghargaan atas muka aneh itu."
"Aku harap bisa masuk daftar buku Guinness Book Of World Records," candaku.

Kami pun larut dalam perbincangan, gurauan, candaan dan pada akhirnya beberapa bunyi bel menutup acara makan siang kami.
Dengan ditemani Ginny aku kembali ke kelas yang dihuni para penjahat kecil.
*****
"Nggak mau pulang bareng?" ajak Ginny.
"Makasih, sebentar lagi mama datang." penolakan yang sopan, pikirku.
"Harry...! teriak perempuan yang kupanggil mama dengan TAXI yang ia janjikan.
"Ok, see you later," kata Ginny menunjukkan lesung pipitnya.
"Good bye," jawabku lirih.
Ginny pun berlalu dengan Avanza hitam miliknya.
*****

29 November 2010

Hari ini ada satu nama masuk kedalam daftar temanku.
Ramah, ceria, dan sedikit gila tentunya.
Dia mengajariku bagaimana cara berbicara.
Semakin menarik dengan anting dikedua kupingnya.
Jauh dari kata tomboy seperti kata orang-orang.

Terimakasih, GINNY

"Kukuruyuuuk ! Nada dering rooster dinokiaku berdering berulang-ulang, memberi kesan berisik ditelinga.
Buru-buru kumatikan suara jago berkokok itu.
Ku lirik layar ponsel menunjukkan pukul 05.00 am.
Embun pagi terasa menyelinap kedalam pori-pori kulitku, menambah nilai plus yang menjadikan pagi ini lebih hidup. Dingin.
Kamar mandi sudah siap menanti kedatanganku.

Hari selasa bukanlah hari yang buruk.
Nggak ada firasat apapun yang hinggap dihatiku.
Seperti biasa, aku berangkat bareng mama dan papa yang pastinya dapat ceramahan disepanjang perjalanan.
Begitu sampai ditempat tujuan, kupandang pintu gerbang sekolah berwarna biru langit yg bertuliskan "SMA BRITISH SCHOOL" yang terbentuk sedemikian rupa.
Ku ayunkan kaki ke halaman sekolah yang masih tampak sepi, hanya tampak segelintir murid saja dan Pak Sean, pembantu sekolah lagi menyapu guguran daun kering pohon mangga.
Ketika sampai dipintu kelas tampak si Robert lagi asyik memainkan bolpoint diatas buku tulisnya.
Bisa ditebak, pasti menyalin PR punya temannya. Dasar pemalas.

Mataku terkunci pada buku kecil bergambar spongebob di kolong meja Viktor. Sampul depannya bertuliskan Diary Book Of Viktor's.
"Seorang Viktor punya benda semacam ini," gumamku dalam hati.
"Aku cemburu melihat kalian berdua. Seharusnya yang ada didekatmu aku, bukan dia.
Aku suka kamu Harry. Hanya kamu nggak mengetahuinya".

Kutemukan baris kalimat yang membuat otakku berfikir keras.
Seakan nggak bisa mencerna arti tulisan itu.
Tanpa ku sadari, tubuh tegap Viktor sudah berdiri disampingku.
"Kamu sudah tau, kan?" kata itu keluar dari bibirnya.
"Jadi aku tidak perlu memikirkan kapan harus katakan ini padamu," lanjutnya kemudian.
Pesona wajah yang belum pernah ku lihat dihari-hari sebelumnya. Ku dapatkan kejujuran di matanya yang memelas.
"Tegasin ke aku, kalau ini bukan tulisanmu. Kamu gila !" suaraku meninggi satu oktaf.
"Iya, Harry! Aku sudah gila. Kamu yang membuat aku gila," suaranya sedikit bergetar.
Seketika itu juga dia memeluk tubuhku erat-erat.
Dari arah pintu ku lihat Ginny menyaksikan Viktor memelukku.
Semua mata menatap sikap aneh Viktor padaku.
Ternyata benar kata Ginny, Viktor menyukaiku.
Nggak nyangka cowok cool, populer, ganteng dan disukai banyak cewek seperti Viktor ternyata tak sesuai dengan semua yang ia miliki !.
Dunia nggak ada yang sempurna itu benar adanya.
Aku harap ini hanya mimpi burukku tadi malam yang belum berakhir.
Aku hanya bisa terpaku dengan mimik wajah seperti orang bodoh menyadari kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar